Entah karena menyibukkan diri dengan urusan dunia, seperti karena sekolah, kuliah, pekerjaan, atau hanya karena pergi main seperti nonton film atau sepak bola, sebagian kaum muslimin seringkali menunda-nunda melaksanakan shalat ashar hingga waktunya hampir habis, atau bahkan tidak mengerjakan shalat ashar sama sekali. Tentu saja hal ini bertentangan dengan perintah syariat untuk menjaga pelaksanaan semua shalat wajib, termasuk shalat ashar, sesuai dengan waktunya masing-masing. Bahkan terdapat ancaman khusus bagi mereka yang sengaja meninggalkan shalat ashar.
Perintah Allah Ta’ala untuk Menjaga Shalat Ashar
Allah Ta’ala berfirman,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” [QS. Al-Baqarah [2]: 238]
Menurut pendapat yang paling tepat, yang dimaksud dengan “shalat wustha” dalam ayat di atas adalah shalat ashar. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi perang Ahzab,
شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الْوُسْطَى، صَلَاةِ الْعَصْرِ
“Mereka (kaum kafir Quraisy, pent.) telah menyibukkan kita dari shalat wustha, (yaitu) shalat ashar.” [HR. Bukhari no. 2931 dan Muslim no. 627]
Dalam ayat di atas, setelah Allah Ta’ala memerintahkan untuk menjaga semua shalat wajib secara umum (termasuk di dalamnya yaitu shalat ashar), maka Allah Ta’ala kemudian menyebutkan perintah untuk menjaga shalat ashar secara khusus. Apabila seseorang dapat menjaga shalat wajibnya, maka dia akan mampu untuk menjaga seluruh bentuk ibadahnya kepada Allah Ta’ala. [3]
Balasan bagi Orang yang Menjaga Shalat Ashar
Terdapat hadits khusus yang menyebutkan pahala bagi orang yang menjaga shalat ashar, yaitu mendapatkan pahala dua kali lipat dan tidak akan masuk ke neraka. Abu Bashrah al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat ashar bersama kami di daerah Makhmash. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ عُرِضَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَضَيَّعُوهَا، فَمَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ، وَلَا صَلَاةَ بَعْدَهَا حَتَّى يَطْلُعَ الشَّاهِدُ» ، وَالشَّاهِدُ: النَّجْمُ.
‘Sesungguhnya shalat ini (shalat ashar) pernah diwajibkan kepada umat sebelum kalian, namun mereka menyia-nyiakannya. Barangsiapa yang menjaga shalat ini, maka baginya pahala dua kali lipat. Dan tidak ada shalat setelahnya sampai terbitnya syahid (yaitu bintang).’” [HR. Muslim no. 830.]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَقَبْلَ غُرُوبِهَا»
“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang mengerjakan shalat sebelum matahari terbit (yakni shalat subuh, pent.) dan sebelum matahari terbenam (yakni shalat ashar, pent.).” [HR. Muslim no. 634.]
Ancaman bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Ashar
Di antara dalil yang menunjukkan pentingnya kedudukan shalat ashar adalah ancaman bahwa barangsiapa yang meninggalkannya, maka terhapuslah pahala amal yang telah dikerjakannya di hari tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka terhapuslah amalannya.” [HR. Bukhari no. 553, An-Nasa’i 1/83 dan Ahmad 5/349.]
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Yang tampak dari hadits ini – dan Allah lebih mengetahui tentang maksud Rasul-Nya- adalah bahwa yang dimaksud ‘meninggalkan’ ada dua kondisi. Pertama, meninggalkan shalat secara keseluruhan, tidak melaksanakan shalat sama sekali. Maka hal ini menyebabkan terhapusnya seluruh amal. (Kondisi ke dua), meninggalkan shalat tertentu di hari tertentu. Maka hal ini menyebabkan terhapusnya amal di hari tersebut. Terhapusnya amal secara keseluruhan adalah sebagai balasan karena meninggalkannya secara keseluruhan, dan terhapusnya amal tertentu adalah sebagai balasan karena meninggalkan perbuatan tertentu.” [7]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
«الَّذِي تَفُوتُهُ صَلَاةُ الْعَصْرِ، كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ»
“Orang yang terlewat (tidak mengerjakan) shalat ashar, seolah-olah dia telah kehilangan keluarga dan hartanya.” [HR. Bukhari no. 552 dan Muslim no. 200, 626.]
Ketika seseorang kehilangan keluarga dan hartanya, maka dia tidak lagi memiliki keluarga dan harta. Maka ini adalah perumpamaan tentang terhapusnya amal seseorang karena meninggalkan shalat ashar.
Ancaman bagi Orang yang Menunda-nunda Pelaksanaan Shalat Ashar sampai Waktunya Hampir Habis
Apabila seseorang mengerjakan shalat ashar di akhir waktu karena berada dalam kondisi darurat tertentu, maka shalatnya tetap sah meskipun dia hanya mendapatkan satu raka’at shalat ashar sebelum waktunya habis. Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa yang mendapati satu raka’at shalat ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat ashar.” [HR. Bukhari no. 579 dan Muslim no. 163, 608.]
Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah ketika seseorang sengaja menunda-nunda pelaksanaan shalat ashar sampai waktunya hampis habis tanpa ada ‘udzur tertentu yang dibenarkan oleh syari’at. Atau bahkan hal ini telah menjadi kebiasaannya sehari-hari karena memang meremehkan shalat ashar. Maka hal ini mirip dengan ciri-ciri orang munafik yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
«تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ، قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا، لَا يَذْكُرُ اللهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا»
“Itulah shalatnya orang munafik, (yaitu) duduk mengamati matahari. Hingga ketika matahari berada di antara dua tanduk setan (yaitu ketika hampir tenggelam, pent.), dia pun berdiri (untuk mengerjakan shalat ashar) empat raka’at (secara cepat) seperti patukan ayam. Dia tidak berdzikir untuk mengingat Allah, kecuali hanya sedikit saja.” [HR. Muslim no. 622.]
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, jelaslah bagi kita bagaimanakah bahaya meninggalkan shlat ashar atau sengaja menunda-nunda pelaksanaannya hingga hampir di akhir waktunya. Oleh karena itu, hendaklah seorang muslim memperhatikan sungguh-sungguh masalah ini. Misalnya, seorang pegawai yang akan pulang ke rumah di sore hari, hendaklah dia memperhatikan apakah mungkin akan terjebak macet di perjalanan sehingga tiba di rumah ketika sudah maghrib.
Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya dia menunaikan shalat ashar terlebih dahulu sebelum pulang dari kantor. Atau ketika ada suatu acara atau pertemuan di sore hari, hendaknya dipastikan bahwa dia sudah menunaikan shalat ashar. Semoga tulisan ini menjadi pengingat (terutama) bagi penulis sendiri, dan kaum muslimin secara umum.